02 September 2008

Call Center 123 PLN: Agen Juga Manusia

Dalam meningkatkan kualitas para agen, PLN menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. PLN juga menggelar kompetisi antar-agen.

Sebagian warga Jakarta tentunya masih ingat dengan kejadian pada tanggal 21-22 Februari lalu. Listrik mati akibat pemadaman bergilir. Ternyata, meski tidak dalam waktu serempak, kenyataan itu tidak hanya dikeluhkan oleh warga Ibu Kota. Hampir seluruh pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Tanah Air mengeluhkan seringnya terjadi pemadaman listrik.

Lihat saja, buah dari pemadaman bergilir selama dua hari itu, Call Center 123 PLN “panen” call. “Jumlah call in meningkat dari standar 12.000-15.000 per hari. Sudah bisa ditebak, pelanggan ada yang santun, ada pula yang marah-marah,” ungkap Azwar Lubis, Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang.

Azwar mengatakan, pihaknya memaklumi keluhan pelanggan itu. Dan Call Center 123 PLN berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan dan pelanggan. Alhasil, lembaga riset Center for Customer Satisfaction and Loyalty (CCSL) menyebutkan, call center ini menempati urutan teratas perolehan indeks rata-rata di kategori public service.

Berdasarkan data yang dirilis lembaga tersebut pada Call Center Service Excellence Index 2008, Call Center 123 PLN mendapatkan indeks rata-rata sebesar 70,053% dan mendapat predikat “good”. Indeks rata-rata indeks tersebut diperoleh dari indeks Access sebesar 90,0%, System & Procedure 67,4%, dan People sebesar 63,7%.

Untuk diketahui, layanan Call Center 123 PLN diresmikan pada 12 Maret 2004. Sebelumnya, layanan ini merupakan Pusat Pelayanan Gangguan (PPG) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang dengan fasilitas radio komunikasi (handy talky/HT) di 7 cabang dan 50 rayon.

“Atas pertimbangan struktur organisasi, cabang dan rayon tersebut dihilangkan menjadi 35 area pelayanan. Dari situlah sejarah PLN mengubah PPG menjadi call center, dengan tujuan untuk menjembatani komunikasi antara PLN dengan pelanggannya,” ujar Azwar.

Untuk menyukseskan tujuan tadi, PLN pun memakai nomor 123. Alasannya sederhana, agar mudah diingat pelanggan. Pemilihan tiga digit angka yang berurutan memberikan kemudahan dalam menyosialisasikan call center PLN.

Sayangnya, terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki PLN berimbas pada pengelolaan call center itu. Sehingga, jasa outsourching menjadi pilihan. Akhirnya, sebanyak 69 agen di bawah 3 supervisor dari PLN dipercaya untuk mengelola call center tersebut.

Setelah itu, totalitas pun dilakukan PLN dengan mengoperasikan layanan call center selama 24 jam setiap hari. Namun, operasional nonstop itu baru diberlakukan sejak pertengahan tahun lalu. “Semula call center kami beroperasi sampai pukul 20.00 WIB, tetapi layanannya ditingkatkan sedikit demi sedikit demi kepuasan pelanggan,” tegasnya. Dengan begitu, penugasan agen dibagi menjadi 3 shift, masing-masing shift bekerja selama 8 jam.

Dari sisi penggunaan teknologinya, Call Center 123 PLN pun tak lagi “jadul” alias kuno. Teknologi yang sekarang digunakan antara lain CT Server Base yang terdiri dari Interactive Voice Response (IVR), Automatic Call Distribution (ACD), Computer Telephony Integration (CTI), Private Branch Exchange (PBX), dan Fax on Demand (FoD). Teknologi itu sudah dilengkapi dengan software Call Handling, Application untuk call center report, Application Screen Pop-up untuk agen dengan menggunakan saluran incoming line sebanyak dua E-1 (60 lines).

Di dalam call center ini ada tiga pilihan layanan, yakni layanan informasi tagihan rekening listrik, layanan pengaduan gangguan dan keluhan pelanggan, serta layanan informasi PLN lainnya. Untuk layanan informasi tagihan rekening listrik, akan dijawab secara interaktif oleh mesin IVR—setelah pelanggan memasukkan 12 digit ID pelanggan.

Sedangkan untuk layanan pengaduan gangguan dan keluhan pelanggan, customer akan dilayani oleh agen yang bertugas. Begitu juga dengan layanan informasi PLN lainnya, bisa dijawab langsung oleh agen atau melalui faks apabila terhubung dengan mesin faks.

“Rata-rata lama pembicaraan setiap penelepon memerlukan waktu 142 detik. Jika dalam waktu yang ditargetkan belum selesai, maka akan diteruskan hingga percakapan selesai. Jadi, kalau saja telepon tidak ditutup oleh penelepon selama 24 jam, maka agen pun tak menutup telepon,” ungkap Azwar seraya menunjukkan rekaman pembicaraan para penelepon dengan agen.

Oleh karena itu, terkadang banyak agen yang shock ketika menerima keluhan dan pengaduan pelanggan. Menurut Azwar, walau pada awalnya mereka sudah diberikan pengetahuan tentang dunia call center, pada praktiknya tak bisa dimungkiri rasa tertekan acap menyelimuti para agen.

Jadi, lanjutnya, tes psikologi menjadi faktor utama dalam perekrutan calon agen. Di samping itu, ada kriteria-kriteria lain, yaitu minimal pendidikan diploma tiga (D3), mampu berbahasa Inggris minimal pasif, bisa mengoperasikan komputer, pengetahuan dasar kelistrikan yang cukup, dan memiliki kemampuan berbahasa yang baik, terlebih tidak diperbolehkan memiliki logat bahasa daerah.

Yang jelas, ada hak dan ada kewajiban. Artinya, agen juga manusia yang tentunya tidak mau menghabiskan umurnya untuk menjawab telepon. Pihaknya menyadari bahwa para agen pun memerlukan perhatian lebih agar tak jenuh bekerja. Karena itu, dalam periode tertentu, PLN sering memberikan paket liburan kepada para agen.

“Ke depan, kami berencana ingin menerapkan sistem kompetisi antar-agen. Jadi, penilaiannya bisa dilihat dari kualitas kerja. Dengan demikian, diharapkan akan ada peningkatan kerja semaksimal mungkin. Bagi agen terbaik akan mendapatkan poin berupa komisi, gaji, maupun penetapan status menjadi karyawan tetap,” tegas Azwar mengakhiri.

Fisamawati
Majalah MARKETING

0 komentar:

Posting Komentar