14 Oktober 2008

Kuasai Market Share Hingga 90%!

Sejak 23 tahun silam, Alfalink mantap menduduki singgasana pasar kamus elektronik di Tanah Air. Pasar mancanegara pun dirambahnya. Apa rahasianya?

Yang namanya kamus bahasa umumnya identik dengan buku yang tebalnya bisa beratus-ratus halaman. Kalau sudah setebal itu, bisa dibayangkan betapa repotnya orang membolak-balik halaman hanya untuk menncari arti dari suatu kata.



Akan tetapi, di dunia bisnis peluang biasanya muncul karena adanya masalah. Melihat adanya kebutuhan konsumen yang menginginkan kepraktisan dalam membuka kamus ini, maka dibuatlah inovasi kamus elektronik berlabel Alfalink. Ya, mendengar merek Alfalink, ingatan kita tentu langsung tertuju pada sebuah perangkat kecil yang berfungsi sebagai kamus elektronik.

“Alfalink menawarkan kemudahan karena bentuknya yang mungil, juga tidak perlu repot membuka lembar per lembar hanya untuk mencari arti dari satu kata atau kalimat. Cukup menekan tombol yang ada, maka langsung terbuka segala informasi yang dibutuhkan,” ungkap Shian Yu, CEO PT Freshindo Marketama Corp.

Sekadar informasi, Alfalink merupakan merek lokal yang diciptakan oleh Shian Yu pada tahun 1985. Waktu itu, pasar produk kamus elektronik belum terbuka lebar. Gaungnya tak sedahsyat produk elektronik lainnya. “Manufacturing Alfalink, pasokan barang dan produksi didatangkan langsung dari Hong Kong, Taiwan, dan China. Tetapi, riset dan development-nya tetap dilakukan di Indonesia,” lanjutnya.

Di kategori kamus elektronik, kompetitor merek ini masih terbilang langka. Pasarnya cuma dihuni oleh beberapa pemain. Alfalink sendiri merupakan pionir yang nyaris menjadi pemain tunggal. Kondisi inilah yang memudahkan mereka menaklukkan pasar Indonesia. Apalagi, PT Freshindo Marketama Corp adalah salah satu distributor besar di Indonesia yang mengkhususkan diri dalam pemasaran dan pendistribusian produk perkantoran.

Dari sisi pricing strategy, menurutnya, Alfalink satu-satunya kamus elektronik yang mematok harga paling murah dibanding lainnya. Harga yang ditawarkan berkisar Rp 89.000 hingga Rp 2 juta. “Kami menargetkan segmen middle-up. Hal ini bisa dilihat dari para pengguna Alfalink yang mayoritas kalangan berpendidikan seperti pelajar, mahasiswa, dan pekerja eksekutif,” ujarnya.

Dijelaskannya, Alfalink menjadi pelopor kamus elektronik sejak 23 tahun lalu, tidak hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tenggara. Pemain sejenis hanya ada di China, Hong Kong, Jepang, dan Taiwan. Meski brand lokal, mereka mampu bersaing dengan brand luar negeri. Terbukti, di Singapura, Alfalink menduduki posisi kedua setelah market leader di negara tersebut.

Bermain di pasar internasional, tutur Shian Yu, haruslah berani menekan harga jual serendah mungkin. Strategi inilah yang diterapkan Alfalink untuk menggaet konsumen. Dengan harga relatif murah konsumen bisa mendapatkan produk yang berkualitas—tentunya disertai pula dengan layanan dan garansi selama satu tahun. Di samping itu, Alfalink melengkapi produknya dengan fitur tambahan berupa kalkulator, penunjuk waktu, alarm, buku telepon, mesin talking, MP3/MP4, serta games. “Jadi, Alfalink bukan sekadar kamus, tapi juga mulai menjadi produk lifestyle layaknya handphone,” tegasnya.

Konsistensi harga yang ditawarkan sejak awal pun tetap diperhatikan. Meski belakangan ini terjadi kenaikan harga barang produksi di setiap lini, Shian Yu tidak mau dengan mudah menaikkan harga produknya. Tujuannya untuk menjaga para pelanggan yang price sensitive tidak beralih ke merek lain.

“Strategi lainnya adalah dengan mengikuti permintaan pasar, artinya produk selalu di up-grade sesuai kebutuhan konsumen. Apalagi, kamus sifatnya terkait dengan bahasa, yang bisa saja mengalami perubahan arti dan makna,” imbuhnya. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Alfalink melengkapi produk-produknya dengan 40 bahasa, antara lain Indonesia, Inggris, Melayu, Mandarin, dan Arab. Kini, produk Alfalink terdiri dari 30 jenis item yang berbeda-beda.

Hal lain yang mengukuhkan sepak terjang mereka adalah sistem distribusi yang rapi dan sistematis. Mereka memiliki kantor cabang di Bandung, Semarang, Surabaya, dan Bali, serta pusat distribusi di seluruh Indonesia untuk memudahkan coverage Alfalink. Permintaan pasar paling banyak datang dari Pulau Jawa, selebihnya merata di tiap daerah.

Shian Yu memang tak ingin main-main dalam mendistribusikan Alfalink, khususnya di Indonesia. Mereka cuma mempercayakan produknya pada outlet-outlet yang sesuai segmen pasarnya seperti Gramedia dan Gunung Agung. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir keraguan konsumen akan layanan purnajual Alfalink. “Tujuannya untuk memudahkan konsumen jika ingin complaint atau servis Alfalink.”

Saat disinggung soal strategi promosi, ia mengatakan bahwa pihaknya berpromosi melalui media cetak maupun elektronik. Namun, diakuinya, iklan Alfalink di televisi kini tidak segencar ketika masa awal launching. Promosi yang paling berpengaruh adalah lewat word of mouth. Untuk menunjang hal itu, sekarang mereka lebih memfokuskan edukasi konsumen lewat jalur below the line seperti penyebaran brosur dan katalog.

“Untungnya, masyarakat cepat memahami apa itu Alfalink. Dan menerimanya karena menyangkut kebutuhan, terutama bagi para wisatawan dan orang yang ingin pergi ke luar negeri tapi terkendala bahasa negara setempat,” terangnya.

Saat ini, Alfalink mendominasi market share kamus elektronik di pasar domestik. Tidak tanggung-tanggung, angkanya hampir mencapai 90%! Merek ini juga merambah pasar internasional (di luar negeri, brand Alfalink tetap digunakan). Negara yang menjadi incarannya antara lain Australia, Jepang, Amerika, Malaysia, dan Singapura. Minat konsumen di sana cukup tinggi, khususnya orang-orang Indonesia yang berdomisili di negara-negara itu.

Yang pasti, persaingan pasar mancanegara tentu jauh lebih ketat dibandingkan pasar domestik. Namun, Shian Yu tidak gentar menghadapi kondisi tersebut. Baginya, harga Alfalink yang jauh lebih murah dibandingkan produk lainnya, kualitas yang bagus, serta variasi pilihan bahasa yang memadai merupakan modal kuat untuk bersaing. “Meski pasaran di luar negeri banyak kompetitor, tapi tidak terlalu signifikan mempengaruhi penjualan Alfalink,” katanya optimistis.

Ke depannya, Alfalink menargetkan pertumbuhan sales di luar negeri mencapai angka 10% per tahun. Tentunya, segmen yang akan dibidik pun akan difokuskan pada middle-up sesuai dengan pasar yang ada di Indonesia.

Fisamawati
Majalah MARKETING

0 komentar:

Posting Komentar